GERAKAN LITERASI PEMUDA POHUWATO

GERAKAN LITERASI PEMUDA POHUWATO
GERAKAN LITERASI PEMUDA POHUWATO

Selasa, 13 September 2016

Berikut ini Moral Etika PNS menurut Badan Kepegawaian Negara...!!! Monggo Dibaca.

DFORMMASI POHUWATO
Sumber http://118.97.48.2/portal/index.php?option=com_content&view=article&id=146&Itemid=126&lang=in

Sebagai unsur aparatur Negara dan abdi masyarakat Pegawai Negeri Sipil memiliki akhlak dan budi pekerti yang tidak tercela, yang berkemampuan melaksanakan tugas secara profesional dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan, serta bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Setiap Pegawai Negeri Sipil wajib bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, wajib memberikan pelayanan secara adil dan merata kepada masyarakat dengan dilandasi kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah.
Untuk menjamin agar setiap Pegawai Negeri Sipil selalu berupaya terus meningkatkan kesetiaan ketaatan, dan pengabdiannya tersebut, ditetapkan ketentuan perundang-undangan yang mengatur sikap, tingkah laku, dan perbuatan Pegawai Negeri Sipil, baik di dalam maupun di luar dinas.
Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil
Dalam rangka usaha membina Pegawai Negeri Sipil yang bersih, jujur, dan sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur Negara dan abdi masyarakat maka setiap Pegawai Negeri Sipil wajib mengangkat Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil.
Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil adalah pernyataan kesanggupan untuk melakukan suatu keharusan atau tidak melakukan suatu larangan.
Seorang Pegawai Negeri Sipil mengangkat sumpah/ janji berdasarkan keyakinan agama/kepercayaai terhadap Tuhan Yang Maha Esa, hal ini menandakan bahwa pernyataan kesanggupan dalam sumpah/janji yang diucapkan juga ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Calon Pegawai Negeri Sipil setelah diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil wajib mengangkat Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil. Sumpah Pegawai Negeri Sipil diucapkan dihadapan atasan yang berwenang.
Setiap Pegawai Negeri Sipil harus menaati sumpah yang diucapkan dengan sebaik-baiknya dan tidak melanggar sumpah/janji tersebut selama masih berkedudukan sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1975 tentang Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil.
Susunan kata-kata sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil adalah sebagai berikut.
" Demi Allah, saya bersumpah/berjanji . Bahwa saya, untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil, akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undanq-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah;
bahwa saya, akan menaati segala peraturan perundang-undangan gang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan gang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, tanggung jawab;
bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah, dan martabat Pegawai Negeri, serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan Negara daripada kepentingan saya sendir seseorang atau golongan;
bahwa saya, akan memegang teguh rahasia sesuatu gang menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan;
bahwa saya akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara."
Sumpah/Janji Jabatan
Pengangkatan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk memangku jabatan terutama jabatan yang penting yang mempunyai ruang lingkup yang luas merupakan kepercayaan yang besar dari Negara. Dalam melaksanakan tugas itu diperlukan pengabdian, kejujuran, keikhlasan, dan tanggung jawab yang besar.
Berhubung dengan itu Pegawai Negeri Sipil yang langkat untuk memangku jabatan tertentu pada saat pengangkatannya wajib mengangkat Sumpah Jabatan Negeri dihadapan atasan yang berwenang menurut agama atau kepercayaannya terhadan Tuhan Yang Maha Esa.
Sumpah Jabatan Negeri menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1959 tentang Sumpah Jabatan Pegawai Negeri Sipil Dan Anggota Angkatan Perang adalah sebagai berikut.
"Demi Allah ! Saya ber sumpah,
Bahwa saya, untuk diangkat dalam jabatan ini, baik langsung maupun tidak langsung, dengan rupa atau dalih apapun juga, tidak memberi atau menyanggupi akan memberi 4 sesuatu kepada siapapunjuga;
Bahwa saya akan setia dan taat kepada Negara Republik Indonesia;
Bahwa saya akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurutperintah harus saya rahasiakan;
Bahwa saya tidak akan menerima hadiah atau suatu pemberian berupa apa saja dan dari siapapun juga, yang saya tahu atau patut dapat mengira, bahwa ia mempunyai hal yang bersangkutan atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan saya;
Bahwa saya dalam menjalankan jabatan atau pekerjaan saya, saya senantiasa akan lebih mementingkan kepentingan Negara daripada kepentingan saya sendiri atau golongan;
Bahwa saya senantiasa akan menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah, dan Pegawai Negeri;
Bahwa saya akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan Negara".
Pengucapan sumpah/janji dilakukan menurut agama yang diakui Pemerintah, yakni:
  1. diawali dengan ucapan "Demi Allah" untuk penganut agama Islam;
  2. diakhiri dengan ucapan "Semoga Tuhan menolong saya", untuk penganut agama Kristen Protestan/Katolik;
  3. diawali dengan ucapan "Om Atah Parama Wisesa", untuk penganut agama Hindu;
  4. diawali dengan ucapan "Demi Sang Hyang Adi Budha", untuk penganut agama Budha.
Tata Cara Pengambilan Sumpah Pengambilan sumpah/janji dilakukan dalam suatu upacara khidmat. Yang hadir dalam upacara tersebut adalah :
  1. Pejabat yang mengambil sumpah/janji, sebaga Pembina Upacara,
  2. Pegawai Negeri Sipil yang mengangkat sumpah
  3. Saksi-saksi,
  4. Rohaniwan,
  5. Undangan
Pegawai Negeri Sipil yang mengangkat sumpah/janji didampingi oleh seorang rohaniwan sesuai agama masing-masing. Saksi-saksi terdiri atas Pegawai Negeri Sipil yang pangkat serendah-rendahnya sama dengan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang mengangkat sumpah/janji. Jumlah saksi sekurang-kurangnya 2 (dua) orang untuk semua Pegawai Negeri Sipil yang mengangkat sumpah/janji.
Pejabat yang mengambil sumpah/janji mengucapkan susunan kata-kata sumpah kalimat-kalimat dan diikuti oleh Pegawai Negeri Sipil yang mengangkat sumpah/janji. Pada waktu pengucapan sumpah semua hadirin dalam upacara itu berdiri.
Pejabat yang mengambil sumpah/janji membuat berita acara pengambilan sumpah. Berita acara yang maksud ditandatangani oleh pejabat yang mengambil sumpah/janji, Pegawai Negeri Sipil yang mengangkat sumpah/janji dan saksi-saksi. Pengambilan sumpah dapat dilakukan secara perorangan dan dapat pula dilakukan secara bersama-sama (2 orang atau lebih).
Pembinaan Jiwa Korps Dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil
Untuk memperoleh Pegawai Negeri Sipil yang kuat, kompak dan bersatu padu, memiliki kepekaan, tanggap dan memiliki kesetiakawanan yang tinggi, berdisiplin, serta sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur negara dan abdi masyarakat diperlukan pembinaan jiwa korps dan kode etik Pegawai Negeri Sipil.
Pembinaan jiwa korps dimaksudkan untuk meningkatkan semangat juang, pengabdian, kesetiaan, dan ketaatan Pegawai Negeri Sipil kepada Negara Kesatuan dan Pemerintah Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
Jiwa Korps
Pembinaan jiwa Korps Pegawai Negeri Sipil bertujuan untuk:
  1. membina karakter/watak, memelihara rasa persatuan dan kesatuan secara kekeluargaan guna mewujudkan kerja sama dan semangat pengabdian kepada masyarakat serta meningkatkan kemampuan, dan keteladanan Pegawai Negeri Sipil,
  2. mendorong etos kerja Pegawai Negeri Sipil untuk mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang bermutu tinggi dan sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur negara dan abdi masyarakat,
  3. menumbuhkan dan meningkatkan semangat, kesadaran, dan wawasan kebangsaan Pegawai Negeri Sipil sehingga dapat menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ruang lingkup pembinaan jiwa Korps Pegawai Negeri Sipil mencakup :
  1. peningkatan etos kerja dalam rangka mendukung produktivitas kerja dan profesionalitas Pegawai Negeri Sipil,
  2. partisipasi dalam penyusunan kebijakan Pemerintah terkait dengan Pegawai Negeri Sipil;
  3. peningkatan kerja sama antar Pegawai Negeri Sipil untuk memelihara dan memupuk kesetiakawanan dalam rangka meningkatkan jiwa korps Pegawai Negeri Sipil,
  4. perlindungan terhadap hak-hak sipil atau kepentingan Pegawai Negeri Sipil sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan tetap mengedepankan kepentingan rakyat, bangsa, dan negara.
Nilai-nilai Dasar Nilai-nilai dasar yang harus dijunjung tinggi oleh Pegawai Negeri Sipil meliputi:
  1. ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;
  2. kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
  3. semangat nasionalisme;
  4. mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan pribadi atau golongan;
  5. penghormatan terhadap hak asasi manusia;
  6. tidak diskriminatif;
  7. profesionalisme, netralitas, dan bermoral tinggi;
  8. semangat jiwa korps.
Kode Etik Pegawai Negeri Sipil Dalam pelaksanaan tugas kedinasan dan kehidupan sehari-hari setiap Pegawai Negeri Sipil wajib bersikap dan berpedoman pada etika dalam bernegara, dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam berorganisasi, dalam bermasyarakat, serts terhadap diri sendiri dan sesama Pegawai Neeeri Sipil. Etika bernegara meliputi:
  1. melaksanakan sepenuhnya Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
  2. mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara;
  3. menjadi perekat dan pemersatu bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  4. menaati semua peraturan perundang-undang yang berlaku dalam melaksanakan tugas;
  5. akuntabel dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan;
  6. tanggap, terbuka, jujur, dan akurat, serta tepat waktu dalam melaksanakan setiap kebijakan program pemerintah;
  7. menggunakan atau memanfaatkan semua sumber daya Negara secara efisien dan efektif;
  8. tidak memberikan kesaksian palsu atau keterangan yang tidak benar.
Etika dalam berorganisasi adalah :
  1. melaksanakan tugas dan wewenang sesuai ketentuan yang berlaku;
  2. menjaga informasi yang bersifat rahasia;
  3. melaksanakan setiap kebijakan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang;
  4. membangun etos kerja dan meningkatkan kinerja organisasi;
  5. menjalin kerjasama secara kooperatif dengan unit kerja lain yang terkait dalam rangka pencapaian tujuan;
  6. memiliki kompetensi dalam pelaksanaan tugas;
  7. patuh dan taat terhadap standar operasional dan tata kerja;
  8. mengembangkan pemikiran secara kreatif dan inovatif dalam rangka peningkatan kineri organisasi;
  9. berorientasi pada upaya peningkatan kualitas kerja.
Etika dalam bermasyarakat meliputi :
  1. mewujudkan pola hidup sederhana;
  2. memberikan pelayanan dengan empati, hormat, dan santun tanpa pamrih dan tanpa unsur pemaksaan;
  3. memberikan pelayanan secara cepat, tepat, terbuka, dan adil serta tidak diskriminatif;
  4. tanggap terhadap keadaan lingkunga masyarakat;
  5. berorientasi kepada peningkatan kesejahtera masyarakat dalam melaksanakan tugas.
Etika terhadap diri sendiri meliputi:
  1. jujur dan terbuka serta tidak memberikan informasiyang tidak benar;
  2. bertindak dengan penuh kesungguhan dan ketulusan;
  3. menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok, maupun golongan;
  4. berinisiatif untuk meningkatkan kualitas pengetahuan, kemampuan, keterampilan, dan sikap;
  5. memiliki daya juang yang tinggi;
  6. memelihara kesehatan jasmani dan rohani;
  7. menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga;
  8. berpenampilan sederhana, rapih, dan sopan.
Etika terhadap sesama Pegawai Negeri Sipil:
  1. saling menghormati sesama warga negara yang memeluk agama/kepercayaan yang berlainan;
  2. memelihara rasa persatuan dan kesatuan sesama Pegawai Negeri Sipil;
  3. saling menghormati antara teman sejawat baik secara vertikal maupun horisontal dalam suatu unit kerja, instansi, maupun di luar instansi;
  4. menghargai perbedaan pendapat;
  5. menjunjung tinggi harkat dan martabat Pegawai Negeri Sipil;
  6. menjaga dan menjalin kerja sama yang kooperatif sesama Pegawai Negeri Sipil;
  7. berhimpun dalam satu wadah Korps Pegawai Republik Indonesia yang menjamin terwujudnya solidaritas dan soliditas semua Pegawai Negeri Sipil dalam memperjuangkan hak-haknya.
Penegakan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran Kode Etik Pegawai Negeri Sipil dikenakan sanksi moral. Sanksi moral dibuat secara tertulis dan dinyatakan secara tertutup atau secara terbuka oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.
Pernyataan secara tertutup disampaikan oleh pejabat yang berwenang atau pejabat lain yang ditunjuk dalam ruang tertutup. Pengertian dalam ruang tertutup yaitu bahwa penyampaian pernyataan tersebut hanya diketahui oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dan pejabat yang menyampaikan pernyataan. Dalam penyampaian pernyataan secara tertutup dapat dihadiri oleh pejabat lain yang terkait, dengan catatan bahwa pejabat yang terkait tersebut tidak boleh berpangkat lebih rendah dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
Pernyataan sanksi pelanggaran kode etik disampaikan secara terbuka melalui forum-forum pertemuan resmi Pegawai Negeri Sipl, upacara bendera, media masa, dan forum lainnya yang dipandang sesuai untuk itu.
Pegawai Negeri Sipil yang melanggar Kode Etik Pegawai Negeri Sipil selain dikenakan sanksi moral dapat dijatuhi hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil atau tindakan administratif lainnya berdasarkan rekomendasi dari Majelis Kode Etik. Penjatuhan hukuman disiplin bagi Pegawai Negeri Sipil hams berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Majelis Kode Etik
Untuk memperoleh obyektivitas dalam menentukan seorang Pegawai Negeri Sipil melanggar kode etik, maka pada setiap instansi dibentuk Majelis Kode Etik. Majelis Kode Etik dibentuk dan ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.
Majelis Kode Etik bersifat temporer, yaitu hanya dibentuk apabila ada Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran terhadap kode etik. Dalam hal instansi Pemerintah mempunyai instansi vertikal di daerah, maka Pejabat Pembina Kepegawaian dapat mendelegasikan wewenangnya kepada pejabat lain di daerah untuk menetapkan pembentukan Majelis Kode Etik.
Bahan bacaan:
  1. Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 1959 tentang Sumpah Jabatan Pegawai Negeria Sipil Dan Anggota Angkatan Perang;
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1975 tentang Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil;
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps Dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil;
  4. Surat Edaran Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 14/SE/1975, tentang Petunjuk Pengambilan Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil.  Berikut ini Moral Etika PNS menurut Badan Kepegawaian Negara...!!! Monggo Dibaca.

Apa sih yang dimaksud dengan Netralitas ASN...??? Read....!!!

DFORMMASI POHUWATO, Berikut dibawah ini kami jelaskan kepada pembaca apa yang dimaksud dengan Netralitas ASN, semoga bermanfaat....!!
Pada dasarnya Pegawai Negeri Sipil (PNS) di negara manapun mempunyai tiga peran yang serupa. Pertama, sebagai pelaksana peraturan dan perundangan yang telah ditetapkan pemerintah. Untuk mengemban tugas ini, netralitas PNS sangat diperlukan.Kedua, melakukan fungsi manajemen pelayanan publik. Ukuran yang dipakai untuk mengevaluasi peran ini adalah seberapa jauh masyarakat puas atas pelayanan yang diberikan PNS. Apabila tujuan utama otonomi daerah adalah mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, sehingga desentralisasi dan otonomi terpusat pada pemerintah kabupaten dan pemerintah kota, maka PNS pada daerah-daerah tersebut mengerti benar keinginan dan harapan masyarakat setempat. Ketiga, PNS harus mampu mengelola pemerintahan. Artinya pelayanan pada pemerintah merupakan fungsi utama PNS. Setiap kebijakan yang diambil pemerintah harus dapat dimengerti dan dipahami oleh setiap PNS sehingga dapat dilaksanakan dan disosialisasikan sesuai dengan tujuan kebijakan tersebut. Dalam hubungan ini maka manajemen dan administrasi PNS harus dilakukan secara terpusat, meskipun fungsi-fungsi pemerintahan lain telah diserahkan kepada pemerintah kota dan pemerintah kabupaten dalam rangka otonomi daerah yang diberlakukan saat ini.

PRASYARAT NETRALITAS

Untuk mewujudkan ketiga peran tersebut diharapakan dalam manajemen sistem kepegawaian perlu selalu ada:
(a)      Stabilitas, yang menjamin agar setiap PNS tidak perlu kuatir akan masa depannya serta ketenangan dalam mengejar karier.
(b)     Balas jasa yang sesuai untuk menjamin kesejahteraan PNS beserta keluarganya. Sehingga keinginan untuk melakukan korupsi, baik korupsi jabatan maupun korupsi harta, menjadi berkurang, kalau tidak mungkin dihapuskan sama sekali dan
(c)      Promosi dan mutasi yang sistematis dan transparan, sehingga setiap PNS dapat memperkirakan kariernya dimasa depan serta bisa mengukur kemampuan pribadi.
Ketiga prasyarat ini akan menumbuhkan keyakinan dalam diri setiap PNS, apabila mereka menerima sesuatu jabatan harus siap pula untuk melepas jabatan yang didudukinya itu pada suatu waktu tertentu. Bahkan kehilangan jabatan tersebut tidak perlu dikuatirkan. Apabila sistem penggajian sudah ditata rapih, setiap PNS tidak perlu mengejar jabatan hanya sekedar untuk mempertahankan kesejahteraan hidup bersama keluarganya. Selain itu, sistem kepegawaian yang memenuhi ketiga kreteria tersebut akan menjaga integritas dan kepribadian setiap PNS yang memang sangat diperlukan untuk mewujudkan peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara seperti diamanatkan dalam Undang-undang No. 43 Tahun 1999.

MASALAH OTONOMI

Dalam perkembangan keadaan saat ini, diperkirakan akan timbul berbagai masalah yang menyangkut kepegawaian sebagai dampak berlakunya otonomi daerah. Dari berbagai permasalahan yang ada, akan menonjol berbagai persoalan utama yang meliputi:
(a)      Dengan adanya desentralisasi kewenangan yang diberikan kepada daerah, ada kemungkinan jumlah dan struktur PNS di daerah menjadi tidak terkendali. Apalagi bila dalam pengangkatan pegawai baru dan promosi serta mutasi tidak mengikuti prinsip “merit sistem” tetapi lebih pada “marriage sistem (sistem kekeluargaan)” yang dianut oleh pemerintah pusat selama ini. Karena sulit meninggalkan paradigma lama yang telah berakar selama 33 tahun itu, kewenangan yang besar kepada daerah tersebut dimungkinkan dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000 yang memungkinkan Gubernur, Bupati dan Walikota mengangkat dan memberhentikan PNS di daerahnya mulai dari pangkat I/a sampai dengan golongan IV/e, Pembina Utama. Suatu kewenangan yang sebelum terbit Peraturan Pemerintah ini, hanya dimiliki oleh Presiden dan dilakukan secara terpusat.
(b)     Kualitas PNS daerah akan sangat bervariasi antara daerah yang satu dengan daerah lainnya. Akibat dari kewenangan dalam butir (a) tersebut. Apalagi kalau mobilitas PNS antar daerah terhambat sebagai akibat dari “Daerah sentrisme”. Tanpa kualitas memadai serta mobilitas yang tidak dimungkinkan ini, maka pembinaan karier PNS yang selama ini telah terjaga dan terjamin baik, kemungkinan besar akan terkorbankan. Apalagi dengan pemerintahan koalisi yang multi partai, pemimpin pemerintahan di daerah tidak akan terlepas dari “sindrom” kepartaian.
(c)      Dalam waktu lima tahun kedepan, manajemen kepegawaian di daerah masih perlu banyak pembenahan. Namun sebagai akibat dari butir (b) tersebut kapasitas kelembagaan daerah untuk menyelenggarakan manajemen kepegawaian ini masih menjadi pertanyaan besar. Karena manajemen kepegawaian yang baik harus dilaksanakan oleh suatu badan yang netral, tidak terimbas pengaruh politik dan tunduk pada salah satu kekuatan politik. Ditambah dengan daya serap daerah yang masih sangat terbatas, kerancuan dan kekacauan manajemen kepegawaian diperkirakan menimbulkan masalah sisi lain dari otonomi dan desentralisasi, apabila manajemen dan administrasi kepegawaian tidak dikembalikan terpusat. Paling tidak untuk lima tahun kedepan.

LANGKAH KEBIJAKAN

Untuk mengurangi beban persoalan di bidang kepegawaian yang timbul sebagai akibat dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi secara nyata dan luas tersebut, beberapa langkah kebijakan masih mungkin diusulkan dalam waktu dekat.
Pertama, penetapan formasi PNS oleh pemerintah pusat berdasarkan standar analisis kebutuhan pegawai sesuai beban kerja dan lingkup kerja yang dilakukan. Penetapan formasi ini diikuti pula dengan penerapan standar dan prosedur pengangkatan dalam jabatan yang berlaku umum secara nasional. Upaya ini dimaksudkan untuk menghindarka kesenjangan dikalangan PNS di daerah baik dari segi jumlah, kualitas, kepangkatan maupun jabatan yang dipangkunya.
Kedua, sistem evaluasi kinerja PNS yang didasarkan atas standar prestasi kerja dan kompetensi jabatan. Upaya ini dimungkinkan bila terdapat sistem dan program seleksi Calon PNS (CPNS) yang seragam dan mengacu pada “merit sistem”. Untuk itu perlu digunakan alat bantu komputer (Computer Assisted Test) sehingga obyektifitas dalam penerimaan CPNS dapat dipertahankan. Terutama untuk seleksi CPNS yang berpendidikan Sarjana dan Pascasarjana serta profesional.
Ketiga, pengembangan secara bertahap kemampuan kelembagaan yang menangani kepegawaian di daerah dalam jangka waktu lima tahun dimulai saat awal pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi. Sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 159 Tahun 2000, lembaga ini dinamakan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) yang mempunyai hubungan fungsional dan profesional baik langsung dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang ada di pusat, maupun dengan kantor-kantor regional BKN yang tersebar pada delapan wilayah kerja dewasa ini.
Kebijakan pengembangan sumber daya aparatur negara sangat diperlukan bukan saja untuk menghadapi berbagai perubahan strategik ditingkat nasional dan internasional, tetapi terlebih lagi untuk mengisi pelaksanaan otonomi daerah. Pada dasarnya langkah kebijakan tersebut berintikan pada pembangunan SDM aparatur negara yang professional, netral dari pengaruh kekuatan politik, berwawasan global, bermoral tinggi, serta mempunyai kemampuan berperan sebagai perekat kesatuan dan persatuan bangasa serta Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sumber : http://pejuangstaners.blogspot.co.id/

Mau tahu tata tertib dosen dalam kehidupan kampus...??? Baca...




DFORMMASI POHUWATO, Berikut kami paparkan pada pembaca apa yang menjadi sanksi bagi dosen yang tidak memiliki etika dan banyak melakukan penggaran semoga dengan referensi ini bisa menjadi bahan evaluasi bagi kita sebagai mahasiswa dan dosen yang ada di universitas atau pendidikan tinggi lainnya. semoga bermanfaat. referensi ini di coffie paste dari salah satu Universitas ternama di Indonesia.

BAB IV 
PELANGGARAN

 Pasal 7 Pelanggaran oleh dosen dapat berbentuk: 
 1. Bersikap dan bertindak yang dapat merongrong, menjatuhkan nama baik Almamater /Keluarga Besar Kampus Universitas . 
2. Merongrong kewibawaan pejabat dilingkungan Universitas atau Fakultas dalam menjalankan tugas dan jabatan. 
3. Bertindak menyalahgunakan dan melampaui wewenang yang ada padanya. 
4. Bertindak sewenang-wenang dan tidak adil baik terhadap bawahannya maupun sesame pejabat. 
5. Membocorkan rahasia jabatan dan atau rahasia Negara 
6. Membocorkan soal dan atau kunci jawabannya 
7. Melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun di dalam menjalankan tugasnya untuk kepentingan pribadi atau golongan 
8. Melawan dan meolak tugas dari atasan.
 9. Menghalangi, mempersulit peneyelengaraan kegiatan akademi dan non akademik yang telah ditetapkan Universitas/Fakultas. 
10. Mencampuri urusan administrasi pendidikan dan lain-lain tanpa wewenang sah dari Universitas/Fakultas. 
11. Melakukan pengotoran/pengrusakan, berbuat curang serta memalsukan surat / dokumen yang sah seperti nilai, ijazah maupun sertifikat dan document lain. 
12.Melakukan tindakan kesusilaan baik dalam sikap, perkataan, tulisan maupun gambar. 13.Menyalahgunakan nama, lambang, tanda Universitas. 
14.Menggunakan secara tidak sah ruangan, bangunan, maupun sarana lain milik Universitas  tanpa izin. 
 15.Memeras, berjudi,membawa,menyalahgunakan obat-obat terlarang di lingkungan Kampus Universitas. 
 16.Menyebarkan tulisan-tulisan dan faham-faham yang terlarang oleh Pemerintah. 
 17.Mengadu domba dan menghasut antar civitas akademika Pedoman Tata Krama Dosen Universitas  18.Melakukan plagiat dalam karya ilmiah. 1
9.Dan lain-lain yang dilarang oleh peraturan dan perundang- undangan yang berlaku. 
BAB V 
Sanksi Terhadap Dosen : 

 1. Setiap dosen Universitas yang melanggar kode etik, disiplin, tata tertib, dan peraturan yang berlaku dikenai sanksi. 
2. Sanksi yang dikenakan kepada dosen dapat berupa : 
 1. Teguran lisan 
 2. Teguran tertulis 
 3. Peringatan keras 
 4. Penundaan kenaikkan gaji berkala 
 5. Penundaan kenaikan pangkat 
 6. Penundaan pangkat 
 7. Pembebasan tugas 
 8. Pemberhentian
Sumber : http://baak.gunadarma.ac.id/user/dosen.pdf