Polemik Program Keluarga Berencana Dalam Pandangan Islam
Dewasa ini banyak sekali masyarakat yang ingin memiliki keluarga yang sejahtera. Salah satu cara yang mereka tempuh itu dengan memperkecil jumlah anak sehingga mereka merasa cukup dan sejahtera dengan keluarga kecil mereka. Adapun faktor ekonomi yakni banyak masyarakat yang merasa jika banyak anak maka kebutuhan ekonomi mereka meningkat sehingga mereka harus bekerja keras lagi. Karena itu mulai muncul anggapan orang untuk melakukan program keluarga berencana yang merupakan salah satu program pemerintah.
Keluarga berencana merupakan suatu proses pengaturan kehamilan agar terciptanya suatu keluarga yang sejahtera. Adapun menurut Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 pasal 1 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, menyebutkan bahwa Keluarga Berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan melalui promosi, perlindungan dan bantuan sesuai hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga berkualitas.
Berdasarkan pengalaman praktek Asuhan Kebidanan Komprehensif di salah satu desa, banyak presepsi yang timbul mengenai KB. Seorang pasien yang ditawarkan ber-KB setelah melahirkan, bahkan diberi penjelasan agar menjaga jarak dan usia ideal melahirkan, dilarang suaminya dengan alasan “islam melarang untuk ber-KB, karena sama halnya membatasi umat Islam untuk menambah keturunan”, hal ini menjadi persoalan yang perlu dibenahi semaksimal mungkin agar masyarakat tidak terpojok. Program keluarga berencana (KB) sebenarnya tidak diwajibkan untuk seluruh masyarakat, artinya tidak wajib hukumnnya.
Menurut Habib Rizieq (Pendiri dan Ketua Umum From Pembela Islam-FPI) dalam aksi Pembubaran Bupati Surakarta mengatakan “Manusia boleh berencana, tapi tetap saja Allah SWT yang Maha Menentukan. Firman-Nya SWT (QS.85.Al-Buruuj ayat 16), Keluarga Berencana (KB) jika dijadikan sebagai pedoman hidup bagi seorang muslim hukumnya adalah HARAM, apalagi jika terbukti bahwa KB tersebut dijadikan "senjata" oleh Musuh Islam untuk menekan laju pertumbuhan umat Islam di suatu negeri atau wilayah. Namun, jika KB dijadikan s solusi dari suatu problem rumah tangga seorang muslim, maka selama ditopang dengan alasan Syari'i yang benar, hukumnya menjadi boleh. Bahkan dalam kondisi tertentu bisa menjadi wajib”.
Adapun Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1992 pasal 1 ayat 12 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera menyebutkan bahwa Keluarga Berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera. Namun dalam Islam , keluarga berencana menjadi persoalan karena ada beberapa ulama yang menyatakan bahwa keluarga berencana dilarang tetapi ada juga ayat al-qur’an yang mendukung program keluarga berencana. Seperti dijelaskan dalam (QS : An-nisa : 9); “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”
Ayat-ayat Al-Qur’an di atas menunjukan bahwa Islam mendukung adanya keluarga berencana karena dalam QS. An-Nissa ayat 9 dinyatakan bahwa “hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah”. Anak lemah yang dimaksud adalah generasi penerus yang lemah agama, ilmu, pengetahuan sehingga KB menjadi upaya agar mewujudkan keluarga yang sakinah.
Pandangan Hukum Islam tentang Keluarga Berencana, secara prinsipil dapat diterima oleh Islam, bahkan KB dengan maksud menciptakan keluarga sejahtera yang berkualitas dan melahirkan keturunan yang tangguh sangat sejalan dengan tujuan syari`at Islam yaitu mewujudkan kemaslahatan bagi umatnya. Selain itu, KB juga memiliki sejumlah manfaat yang dapat mencegah timbulnya kemudaratan. Bila dilihat dari fungsi dan manfaat KB yang dapat melahirkan kemaslahatan dan mencegah kemudaratan maka tidak diragukan lagi kebolehan KB dalam Islam.
Para ulama yang membolehkan KB sepakat bahwa yang dibolehkan syari`at adalah suatu usaha pengaturan/penjarangan kelahiran atau usaha pencegahan kehamilan sementara atas kesepakatan suami-isteri karena situasi dan kondisi tertentu untuk kepentingan (maslahat) keluarga. Dengan demikian KB disini mempunyai arti sama dengan tanzim al nasl (pengaturan keturunan). Sejauh pengertiannya adalah tanzim al nasl (pengaturan keturunan), bukan tahdid al nasl (pembatasan keturunan) dalam arti pemandulan (taqim) dan aborsi (isqot al-haml), maka KB tidak dilarang. Kebolehan KB dalam batas pengertian diatas sudah banyak difatwakan, baik oleh individu ulama maupun lembaga-lembaga ke-Islaman tingkat nasional dan internasional, sehingga dapat disimpulkan kebolehan KB dengan pengertian batasan ini sudah hampir menjadi Ijma`Ulama. MUI (Majelis Ulama Indonesia) juga telah mengeluarkan fatwa serupa dalam Musyawarah Nasional Ulama tentang Kependudukan, Kesehatan dan Pembangunan tahun 1983. Betapapun secara teoritis sudah banyak fatwa ulama yang membolehkan KB dalam arti tanzim al-nasl, tetapi kita harus tetap memperhatikan jenis dan cara kerja alat/metode kontrasepsi yang akan digunakan untuk ber-KB.
Selain hukum Islam yang mendukung keluarga berencana, ada para ulama menafsirkan larangan keluarga berencana seperti tercantum dalam (QS. Al-An’am : 151).; “sesungguhnya lebih baik bagimu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan dari pada meninggalkan mereka menjadi beban atau tanggungan orang banyak.”. Dari hadits ini menjelaskan bahwa suami isteri mempertimbangkan biaya rumah tangga selagi keduanya masih hidup, jangan sampai anak-anak mereka menjadi beban bagi orang lain (masyarakat). Dengan demikian pengaturan kelahiran anak hendaknya direncanakan dan diamalkan sampai berhasil.
Terlepas dari larangan ber-KB, kita harus mengetahui dan memperhatikan jenis dan kerja alat kontrasepsi yang akan digunakan. Alat kontrasepsi yang diharamkan adalah yang sifatnya pemandulan. Vasektomi (sterilisasi bagi lelaki) berbeda dengan khitan lelaki dimana sebagian dari tubuhnya ada yang dipotong dan dihilangkan, yaitu kulup (qulfah bhs Arab, praeputium bhs Latin) karena jika kulup yang menutupi kepala zakar (hasyafah/glans penis) tidak dipotong dan dihilangkan justru bisa menjadi sarang penyakit kelamin (veneral disease). Karena itu, khitan untuk laki-laki justru sangat dianjurkan. Tetapi kalau kondisi kesehatan isteri atau suami yang terpaksa seperti untuk menghindari penurunan penyakit dari bapak/ibu terhadap anak keturunannya yang bakal lahir atau terancamnya jiwa si ibu bila ia mengandung atau melahirkan bayi, maka sterilisasi dibolehkan Islam karena dianggap darurat. Oleh kaerna itu, mari kita sama-sama mendukung program Keluarga Berencana untuk masa depan keluarga yang sakinah.(*)
Penulis : Sultina Farid
Mahasiswa D- III Kebidanan STIKES Yapika Makassar.
“bencana dalam keluarga adalah lawan kita, bukan keluarga berencana”
Mahasiswa D- III Kebidanan STIKES Yapika Makassar.
“bencana dalam keluarga adalah lawan kita, bukan keluarga berencana”
Dewasa ini banyak sekali masyarakat yang ingin memiliki keluarga yang sejahtera. Salah satu cara yang mereka tempuh itu dengan memperkecil jumlah anak sehingga mereka merasa cukup dan sejahtera dengan keluarga kecil mereka. Adapun faktor ekonomi yakni banyak masyarakat yang merasa jika banyak anak maka kebutuhan ekonomi mereka meningkat sehingga mereka harus bekerja keras lagi. Karena itu mulai muncul anggapan orang untuk melakukan program keluarga berencana yang merupakan salah satu program pemerintah.
Keluarga berencana merupakan suatu proses pengaturan kehamilan agar terciptanya suatu keluarga yang sejahtera. Adapun menurut Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 pasal 1 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, menyebutkan bahwa Keluarga Berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan melalui promosi, perlindungan dan bantuan sesuai hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga berkualitas.
Berdasarkan pengalaman praktek Asuhan Kebidanan Komprehensif di salah satu desa, banyak presepsi yang timbul mengenai KB. Seorang pasien yang ditawarkan ber-KB setelah melahirkan, bahkan diberi penjelasan agar menjaga jarak dan usia ideal melahirkan, dilarang suaminya dengan alasan “islam melarang untuk ber-KB, karena sama halnya membatasi umat Islam untuk menambah keturunan”, hal ini menjadi persoalan yang perlu dibenahi semaksimal mungkin agar masyarakat tidak terpojok. Program keluarga berencana (KB) sebenarnya tidak diwajibkan untuk seluruh masyarakat, artinya tidak wajib hukumnnya.
Menurut Habib Rizieq (Pendiri dan Ketua Umum From Pembela Islam-FPI) dalam aksi Pembubaran Bupati Surakarta mengatakan “Manusia boleh berencana, tapi tetap saja Allah SWT yang Maha Menentukan. Firman-Nya SWT (QS.85.Al-Buruuj ayat 16), Keluarga Berencana (KB) jika dijadikan sebagai pedoman hidup bagi seorang muslim hukumnya adalah HARAM, apalagi jika terbukti bahwa KB tersebut dijadikan "senjata" oleh Musuh Islam untuk menekan laju pertumbuhan umat Islam di suatu negeri atau wilayah. Namun, jika KB dijadikan s solusi dari suatu problem rumah tangga seorang muslim, maka selama ditopang dengan alasan Syari'i yang benar, hukumnya menjadi boleh. Bahkan dalam kondisi tertentu bisa menjadi wajib”.
Adapun Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1992 pasal 1 ayat 12 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera menyebutkan bahwa Keluarga Berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera. Namun dalam Islam , keluarga berencana menjadi persoalan karena ada beberapa ulama yang menyatakan bahwa keluarga berencana dilarang tetapi ada juga ayat al-qur’an yang mendukung program keluarga berencana. Seperti dijelaskan dalam (QS : An-nisa : 9); “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”
Ayat-ayat Al-Qur’an di atas menunjukan bahwa Islam mendukung adanya keluarga berencana karena dalam QS. An-Nissa ayat 9 dinyatakan bahwa “hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah”. Anak lemah yang dimaksud adalah generasi penerus yang lemah agama, ilmu, pengetahuan sehingga KB menjadi upaya agar mewujudkan keluarga yang sakinah.
Pandangan Hukum Islam tentang Keluarga Berencana, secara prinsipil dapat diterima oleh Islam, bahkan KB dengan maksud menciptakan keluarga sejahtera yang berkualitas dan melahirkan keturunan yang tangguh sangat sejalan dengan tujuan syari`at Islam yaitu mewujudkan kemaslahatan bagi umatnya. Selain itu, KB juga memiliki sejumlah manfaat yang dapat mencegah timbulnya kemudaratan. Bila dilihat dari fungsi dan manfaat KB yang dapat melahirkan kemaslahatan dan mencegah kemudaratan maka tidak diragukan lagi kebolehan KB dalam Islam.
Para ulama yang membolehkan KB sepakat bahwa yang dibolehkan syari`at adalah suatu usaha pengaturan/penjarangan kelahiran atau usaha pencegahan kehamilan sementara atas kesepakatan suami-isteri karena situasi dan kondisi tertentu untuk kepentingan (maslahat) keluarga. Dengan demikian KB disini mempunyai arti sama dengan tanzim al nasl (pengaturan keturunan). Sejauh pengertiannya adalah tanzim al nasl (pengaturan keturunan), bukan tahdid al nasl (pembatasan keturunan) dalam arti pemandulan (taqim) dan aborsi (isqot al-haml), maka KB tidak dilarang. Kebolehan KB dalam batas pengertian diatas sudah banyak difatwakan, baik oleh individu ulama maupun lembaga-lembaga ke-Islaman tingkat nasional dan internasional, sehingga dapat disimpulkan kebolehan KB dengan pengertian batasan ini sudah hampir menjadi Ijma`Ulama. MUI (Majelis Ulama Indonesia) juga telah mengeluarkan fatwa serupa dalam Musyawarah Nasional Ulama tentang Kependudukan, Kesehatan dan Pembangunan tahun 1983. Betapapun secara teoritis sudah banyak fatwa ulama yang membolehkan KB dalam arti tanzim al-nasl, tetapi kita harus tetap memperhatikan jenis dan cara kerja alat/metode kontrasepsi yang akan digunakan untuk ber-KB.
Selain hukum Islam yang mendukung keluarga berencana, ada para ulama menafsirkan larangan keluarga berencana seperti tercantum dalam (QS. Al-An’am : 151).; “sesungguhnya lebih baik bagimu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan dari pada meninggalkan mereka menjadi beban atau tanggungan orang banyak.”. Dari hadits ini menjelaskan bahwa suami isteri mempertimbangkan biaya rumah tangga selagi keduanya masih hidup, jangan sampai anak-anak mereka menjadi beban bagi orang lain (masyarakat). Dengan demikian pengaturan kelahiran anak hendaknya direncanakan dan diamalkan sampai berhasil.
Terlepas dari larangan ber-KB, kita harus mengetahui dan memperhatikan jenis dan kerja alat kontrasepsi yang akan digunakan. Alat kontrasepsi yang diharamkan adalah yang sifatnya pemandulan. Vasektomi (sterilisasi bagi lelaki) berbeda dengan khitan lelaki dimana sebagian dari tubuhnya ada yang dipotong dan dihilangkan, yaitu kulup (qulfah bhs Arab, praeputium bhs Latin) karena jika kulup yang menutupi kepala zakar (hasyafah/glans penis) tidak dipotong dan dihilangkan justru bisa menjadi sarang penyakit kelamin (veneral disease). Karena itu, khitan untuk laki-laki justru sangat dianjurkan. Tetapi kalau kondisi kesehatan isteri atau suami yang terpaksa seperti untuk menghindari penurunan penyakit dari bapak/ibu terhadap anak keturunannya yang bakal lahir atau terancamnya jiwa si ibu bila ia mengandung atau melahirkan bayi, maka sterilisasi dibolehkan Islam karena dianggap darurat. Oleh kaerna itu, mari kita sama-sama mendukung program Keluarga Berencana untuk masa depan keluarga yang sakinah.(*)
